Delivery Order Of Love
“Ika” ucapku padanya saat lima menit terakhir sebelum aku berpisah
dengannya. Perpisahan yang menyebabkan kita memiliki sebuah jarak. Jarak yang
kini menjadi jauh. Tak seperti dulu, ketika kulihat dirinya selalu menjadi
penghuni pertama di kelas IPA 1. Dirinya yang menjadi magnet agar aku
senantiasa duduk manis di kelas pukul 6 pagi.
“Iya, Awan”
Dirinya menoleh padaku dan membuat
jantungku berdegup kencang. Tatapannya yang hangat mencairkan kegelisahanku.
Aku tak bisa menahan diri ini untuk diam. Ingin sekali aku mengungkapkan
perasaanku yang mendalam ini padanya. Ya, karena dirinya adalah cewek yang
memang kusukai selama ini. Selama 3 tahun.
Awal pertama kali aku berjumpa
dengannya saat masa-masa kita masih mengenakan pakaian putih biru. Hari pertama
Masa Orientasi Siswa atau yang biasa kenal dengan MOS. MOS adalah awal kulihat
tatapannya itu. Tatapan yang hangat. Sampai-sampai selalu menghangatkan pagiku
di SMA yang tercinta itu.
“Ka, boleh minta tanda terakhir dari
lu ga?”
“Tanda terakhir? Maksud Awan apaan?”
“Ya ampun.. Lu masih aja polos
banget deh. Tanda tangan!”
“Ow.. itu maksudnya. Sini, Ika kasih
dengan gratis buat Awan”
“Nih, tanda tangan lu yang bagus ya.
Jangan kayak ceker soang”
Kuberikan sebuah buku. Buku yang
menjadi sebuah bonus atas kelulusan yang kita raih. Buku itu memberikan sebuah
arti kebersamaan selama 3 tahun di SMA itu bersama sahabat-sahabatku di sana.
Lembar terakhir di buku itu masih bersih. Lembar kosong yang memang disediakan
untuk tanda tangan. Tetapi ada sesuatu yang aku lupa. Lembar terakhir itu
berisi sebuah kalimat JUST FOR MY ANGEL.
OH TIDAK! Serasa dihujam ribuan
kilat menyambar dari langit. Aku gugup. Keringat ini mulai keluar dari
epidermis kulitku yang gosong akibat sengatan matahari. Pikiranku berkelana.
Membayangkan apa yang akan dia lakukan setelah ini. Jantungku memompa dengan
kacau hingga aku gemetaran.
“Kamu kenapa, Wan? Kok jadi kayak
abis mandi”
GAWAT! Dia mengamatiku dengan jeli. Lantas
kumemutar seluruh keahlian yang kumiliki di otak mini ini. Bekerja keras
mencari jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan. Rasanya ingin memakai sarung
ke bagian tubuh ini agar ia tak tau dengan siapa ia berbincang. Aku coba untuk
tenang dan fokus kepadanya
“Ga apa-apa kok. Cuma panas aja.
Santai aja sama gue. Gue udah jinak kok”
“Ow.. Yaudah kalo begitu. Ini udah
selesai. Semoga kita bisa ketemu lagi ya, Wan”
“Amin. Gue gag pernah nyesel kok
ketemu lu, Ka. Makasi ya”
Ika pun hanya tersenyum. Dia
mengembalikan buku kenangan itu ke aku. Lantas, ia berbalik dan berlalu begitu
saja. Suasana menjadi hening. Waktu seperti berhenti berputar. Kulihat ia
berjalan membelakangiku. Caranya berjalan sungguh anggun. Apalagi ditambah
dengan pakaian kebayanya yang menawan. Seperti tak ingin waktu berjalan agar momen
ini selalu abadi. Tetapi itu hanya mimpi.
Sekejap saja ia menghilang dalam
kerumunan teman-teman SMA yang merayakan perpisahan sekolah. Kini suasana
menjadi ramai. Aku terbangun dari lamunanku. Lamunanku terhadapnya yang berbuah
manis setelah 3 tahun berlalu. Terasa manis karena ia tersenyum padaku.
Tak sampai menunggu acara itu usai,
aku langsung pulang ke rumah. Tetap mengapit buku kenangan itu dengan tangan
kiriku selama perjalanan pulang. Kuberharap akan ada keajaiban dari cewek yang
kuanggap bagai peri selama ini. Peri yang selalu memberikanku keajaiban,
semangat dan harapan lewat tatapannya yang hangat.
Sesampai di rumah, aku bergegas
menuju kamar di belakang. Kamar berukuran 2x3 dengan corak hijau. Penuh dengan
ornamen animasi naruto. Kamar itu adalah kamarku. Aku masuk dan langsung
melompat ke atas ranjang dengan kegirangan. Senyum sendirian di kamar. Itu
semua karena cewek itu. Ya, karena dia aku merasa hidup kembali.
Aku bangun dan mencari buku itu. Buku
kenangan yang penuh keajaiban. Keajaiban dari peri yang kurindukan. SIAL!
Kemana buku itu? Aku mencari-carinya hingga kolong tempat tidur. Ah, bodohnya
diri ini. Ternyata buku itu tak sengaja kulempar ke atas lemari. Aku menggapai
buku kenangan itu. Kemudian memeluknya erat-erat.
Aku kemudian duduk di kasur.
Mulai membuka halaman terakhir. Sebuah
senyum terbentuk di bibirku ini ketika kulihat beberapa kalimat yang dia tulis
itu.
Dear Awan
Terima kasih atas semua perhatian yang Awan beri
selama ini
Ika tau semua
Awan... Kamu itu cerdas. Tapi bisakah Awan buktikan
itu?
Carilah rumah Ika malam ini.
Paling lambat jam 8 malam nanti ya
Ika tunggu.. ^_^
AKU SENANG. Aku loncat-loncatan di
atas kasur. Kegirangan. Seperti mendapatkan durian rontok. Tetapi itu tak lama.
Aku berhenti. Berpikir untuk mencari cara bagaimana mengungkapkan perasaanku
ini.
Tak menunggu lama lagi. Aku langsung mencari namanya di buku kenangan
itu. Kutemukan namanya dan ternyata ada alamatnya. Aku mengambil buku dan
merobek kertas selembar. Kemudian mencatat alamatnya dengan teliti.
“Jalan H. Muslih Rt. 06/02 No. 91 Beji, Depok Utara” ucapku dengan
seksama.
Setelah itu aku menuliskan sesuatu dibelakang selembar kertas tadi.
Kutuliskan dengan singkat, padat dan romantis. Semoga ini adalah awalku untuk
meraih mimpi-mimpiku selama ini. Mendapatkan seorang cewek idaman hati.
Jam dinding di kamarku masih menunjukkan pukul 3 siang. Masih lama untuk
langsung berangkat ke rumah dia. Berhubung kepalaku agak sedikit pusing. Aku
putuskan untuk tidur sejenak. Akhirnya aku merebahkan diri di kasur dan mulai
memejamkan mata sambil memeluk buku kenanganku itu.
Aku pun terbangun. Mataku begitu susah untuk dibuka. Tetapi kucoba untuk
membuka mataku. Kulihat jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 7 malam. ASTAGA!
Jam 7 malam. Kepanikan melandaku kini. Badanku tiba-tiba menjadi segar dan
bersemangat. Langsung saja kumandi dan berganti pakaian. Tak lupa menyemprotkan
parfum agar suasana nanti menjadi romantis. Beralih ke kasur untuk mengambil
selembar kertas untuknya.
Aku keluar kamar dan kutemui ibuku sambil berpamitan. Aku naik ke
motorku. Menyalakannya dan melaju ke jalan raya. Sepanjang perjalanan suasana
begitu dingin serasa mau hujan. Setelah mencapai jalan raya margonda. Tepatnya
melewati terminal Depok, gerimis mulai turun. Aku pun kehujanan. Hujan yang
turun lumayan deras. Aku langsung berhenti dan membuka jok motor untuk
menyimpan selembar surat itu.
Setelah menyimpan surat itu baik-baik, aku
melanjutkan perjalanan. Menerjang hujan yang deras menuju beji. Ketika
melintasi jembatan layang pertama di depok, lalu aku bingung. Ini memang
kawasan Beji tapi di mana ya jalan Muslih itu. Aku berhenti karena lampu lalu
lintas berwarna merah. Berpikir sejenak. Mencoba menerka-nerka di mana letak
jalan Muslih itu. Setelah lampu berwarna hijau, aku berbelok ke kanan dan
memperhatikan jalanan.
Aku bingung. Di mana jalan itu ya? Akhirnya aku berhenti pada pertigaan
jalan. Aku ingin menanyakan keberadaan jalan itu. Ada seorang tukang bakso yang
sedang berhenti. Tukang bakso itu rupanya sedang berteduh. Aku beranikan diri
untuk bertanya.
“Permisi, Bang. Numpang tanya. Abang tau jalan Muslih ga?”
“Iya, tau.”
“Di mana ya, Bang? Masih jauh ga ya dari sini”
“Lah? Itu kan jalan Muslih”
Aku bengong. Memperhatikan sebuah jalan yang rupanya hanya berjarak 1
meter dari tempatku berteduh. Jalan yang mengantarkanku untuk bertemu
dengannya. Dengan seorang cewek yang selama 3 tahun itu kusukai secara
diam-diam. Cewek yang tiap hari kudoakan agar selalu sehat agar kubisa melihat
tatapannya tiap pagi. Semua itu tak terlupakan.
Lamunanku buyar. Ketika ada angkot yang lewat sambil membunyikan
klaksonnya. Huh.. sial banget tuh angkot.
Perutku tiba-tiba berbunyi.
Brrrrrrrr..
Sepertinya aku lapar. Ya, memang lapar. Kan tadi belum sempat makan di
rumah. Lalu aku membeli semangkuk bakso. Memakannya dengan perlahan.
Menikmatinya hangatnya bakso saat-saat hujan. Tak menyia-nyiakan waktu. Cukup
15 menit saja. Aku telah menghabiskan semangkuk bakso itu. Aku membayarnya dan
beralih ke motor untuk mengambil selembar surat itu.
Tukang bakso itu menepuk pundakku. Tukang bakso itu mau pamit rupanya
ingin melanjutkan perjalanan. Memang saat itu hujan sudah mulai reda.
Semangatku mulai naik setelah makan semangkuk bakso dan menemukan jalan Muslih
itu.
Setelah naik ke atas motor dan menyalakan mesin motor, aku langsung
tancap gas memasuki jalan Muslih. Mencari rumah dengan nomor 91. Rasa gugup
menyelimuti hatiku sepanjang perjalanan. Akhirnya aku pun tersenyum. Aku
berhasil menemukan rumahnya. Sebuah rumah sederhana ala betawi. Dengan 2 pintu.
Pintu utama dan pintu samping. Berhiaskan lampu kuno di ruang depan. Rumahnya
bercat hijau. Begitu natural dengan alam. Seperti wajahnya yang natural. Cantik
alami.
Aku berhenti di depan rumahnya. Tanpa melepas helm, aku langsung masuk
ke rumah. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8 malam. Semoga tidak
terlambat. Aku memulainya dengan mengucapkan salam. Ternyata orang rumah itu
dengar. Kulihat dari kaca, mungkin itu ibunya, membuka pintu.
“Ada apa, Bang? Mau cari siapa?”
“Oh ini, Bu. Saya mencari Ika. Saya ingin mengantarkan sesuatu untuknya”
“Tunggu sebentar ya”
Kulihat ada sekilas wajah yang mengintip. Kuyakin itu pasti dia. Ika
Anggraeni. Wajahnya tersenyum. Tetapi ia berlalu dan menghilang dari
pandanganku yang samar karena malam. Kini sepi. Aku menunduk. Mungkinkah sudah
terlambat? Aku sangat menyesal. Kenapa aku harus ketiduran! Kenapa harus makan
bakso juga! Lalu kenapa hari ini harus hujan! SIAL! Tapi aku takkan beranjak.
Aku tetap menunggunya saat ini. Sampai ia yang mengusirku.
Terdengar suara pintu terbuka. Aku mulai menegakkan kepalaku lagi. Lalu
aku pun tersenyum. Ternyata dia mau bertemuku. Dia cantik malam ini.
“Ayo duduk, Wan”
“Jangan repot-repot buat gue, Ka.”
“Ga repot kok. Santai aja”
“Makasi. Tapi gue buru-buru nih. Gue cuma mau ngasih paket nih buat lu.”
“Paket apaan deh?”
“Paket ini titipan dari seseorang. Tapi maaf ya kalo orang itu gag
sempat membungkusnya”
“Oh gitu. Mana paketnya? Sini kasih Ika dong”
“Nih buat lu. Oh iya, gue sekalian cabut ya. Gue buru-buru nih. Sorry
banget”
Aku pun bergegas ke sepeda motor. Setelah mengucapkan salam, kulangsung
melaju dengan kencang pulang ke rumah. Aku tak tau apa yang akan ia katakan
nanti. Kuhanya tau surat itu kutulis hanya untuknya. Dan aku pun hanya bisa
tersenyum sepanjang perjalanan pulang dan sambil mengingat tulisan pada
selembar surat itu.
Delivery Order
Untuk Ika Anggraeni
Jalan H. Muslih Rt. 06/02 No. 91 Beji, Depok Utara
Ini sebuah paket lama.
Selama 3 lamanya baru kukirim padamu.
Tapi selama 3 tahun itu pula aku ucapkan terima kasih.
Karena kau selalu jadi multivitaminku setiap pukul 6 pagi.
Paket ini hanya untukmu.
Just for my angel
Maaf ya kalau paket ini hanya berisikan sebuah kalimat
Bukan paragraf atau wacana, hanya satu kalimat
Isi paket ini:
I LOVE YOU, IKA ANGGRAENI.
From:
D. F. Setiawan
Slots Casino Site | Lucky Club
BalasHapusWhen you want to play at Slots Casino, you will have the option of luckyclub playing hundreds of slot machines and playing online with your family and friends. It is also possible for