Minggu, 22 Januari 2012

Cerpen "Delivery Order Of Love"


Delivery Order Of Love

“Ika” ucapku padanya saat lima menit terakhir sebelum aku berpisah dengannya. Perpisahan yang menyebabkan kita memiliki sebuah jarak. Jarak yang kini menjadi jauh. Tak seperti dulu, ketika kulihat dirinya selalu menjadi penghuni pertama di kelas IPA 1. Dirinya yang menjadi magnet agar aku senantiasa duduk manis di kelas pukul 6 pagi.
“Iya, Awan”
            Dirinya menoleh padaku dan membuat jantungku berdegup kencang. Tatapannya yang hangat mencairkan kegelisahanku. Aku tak bisa menahan diri ini untuk diam. Ingin sekali aku mengungkapkan perasaanku yang mendalam ini padanya. Ya, karena dirinya adalah cewek yang memang kusukai selama ini. Selama 3 tahun.
            Awal pertama kali aku berjumpa dengannya saat masa-masa kita masih mengenakan pakaian putih biru. Hari pertama Masa Orientasi Siswa atau yang biasa kenal dengan MOS. MOS adalah awal kulihat tatapannya itu. Tatapan yang hangat. Sampai-sampai selalu menghangatkan pagiku di SMA yang tercinta itu.
            “Ka, boleh minta tanda terakhir dari lu ga?”
            “Tanda terakhir? Maksud Awan apaan?”
            “Ya ampun.. Lu masih aja polos banget deh. Tanda tangan!”
            “Ow.. itu maksudnya. Sini, Ika kasih dengan gratis buat Awan”
            “Nih, tanda tangan lu yang bagus ya. Jangan kayak ceker soang”
            Kuberikan sebuah buku. Buku yang menjadi sebuah bonus atas kelulusan yang kita raih. Buku itu memberikan sebuah arti kebersamaan selama 3 tahun di SMA itu bersama sahabat-sahabatku di sana. Lembar terakhir di buku itu masih bersih. Lembar kosong yang memang disediakan untuk tanda tangan. Tetapi ada sesuatu yang aku lupa. Lembar terakhir itu berisi sebuah kalimat JUST FOR MY ANGEL.
            OH TIDAK! Serasa dihujam ribuan kilat menyambar dari langit. Aku gugup. Keringat ini mulai keluar dari epidermis kulitku yang gosong akibat sengatan matahari. Pikiranku berkelana. Membayangkan apa yang akan dia lakukan setelah ini. Jantungku memompa dengan kacau hingga aku gemetaran.
            “Kamu kenapa, Wan? Kok jadi kayak abis mandi”
            GAWAT! Dia mengamatiku dengan jeli. Lantas kumemutar seluruh keahlian yang kumiliki di otak mini ini. Bekerja keras mencari jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan. Rasanya ingin memakai sarung ke bagian tubuh ini agar ia tak tau dengan siapa ia berbincang. Aku coba untuk tenang dan fokus kepadanya
            “Ga apa-apa kok. Cuma panas aja. Santai aja sama gue. Gue udah jinak kok”
            “Ow.. Yaudah kalo begitu. Ini udah selesai. Semoga kita bisa ketemu lagi ya, Wan”
            “Amin. Gue gag pernah nyesel kok ketemu lu, Ka. Makasi ya”
            Ika pun hanya tersenyum. Dia mengembalikan buku kenangan itu ke aku. Lantas, ia berbalik dan berlalu begitu saja. Suasana menjadi hening. Waktu seperti berhenti berputar. Kulihat ia berjalan membelakangiku. Caranya berjalan sungguh anggun. Apalagi ditambah dengan pakaian kebayanya yang menawan. Seperti tak ingin waktu berjalan agar momen ini selalu abadi. Tetapi itu hanya mimpi.
            Sekejap saja ia menghilang dalam kerumunan teman-teman SMA yang merayakan perpisahan sekolah. Kini suasana menjadi ramai. Aku terbangun dari lamunanku. Lamunanku terhadapnya yang berbuah manis setelah 3 tahun berlalu. Terasa manis karena ia tersenyum padaku.
            Tak sampai menunggu acara itu usai, aku langsung pulang ke rumah. Tetap mengapit buku kenangan itu dengan tangan kiriku selama perjalanan pulang. Kuberharap akan ada keajaiban dari cewek yang kuanggap bagai peri selama ini. Peri yang selalu memberikanku keajaiban, semangat dan harapan lewat tatapannya yang hangat.
            Sesampai di rumah, aku bergegas menuju kamar di belakang. Kamar berukuran 2x3 dengan corak hijau. Penuh dengan ornamen animasi naruto. Kamar itu adalah kamarku. Aku masuk dan langsung melompat ke atas ranjang dengan kegirangan. Senyum sendirian di kamar. Itu semua karena cewek itu. Ya, karena dia aku merasa hidup kembali.
            Aku bangun dan mencari buku itu. Buku kenangan yang penuh keajaiban. Keajaiban dari peri yang kurindukan. SIAL! Kemana buku itu? Aku mencari-carinya hingga kolong tempat tidur. Ah, bodohnya diri ini. Ternyata buku itu tak sengaja kulempar ke atas lemari. Aku menggapai buku kenangan itu. Kemudian memeluknya erat-erat.
            Aku kemudian duduk di kasur. Mulai  membuka halaman terakhir. Sebuah senyum terbentuk di bibirku ini ketika kulihat beberapa kalimat yang dia tulis itu.

Dear Awan
Terima kasih atas semua perhatian yang Awan beri selama ini
Ika tau semua
Awan... Kamu itu cerdas. Tapi bisakah Awan buktikan itu?
Carilah rumah Ika malam ini.
Paling lambat jam 8 malam nanti ya
Ika tunggu.. ^_^
            AKU SENANG. Aku loncat-loncatan di atas kasur. Kegirangan. Seperti mendapatkan durian rontok. Tetapi itu tak lama. Aku berhenti. Berpikir untuk mencari cara bagaimana mengungkapkan perasaanku ini.
Tak menunggu lama lagi. Aku langsung mencari namanya di buku kenangan itu. Kutemukan namanya dan ternyata ada alamatnya. Aku mengambil buku dan merobek kertas selembar. Kemudian mencatat alamatnya dengan teliti.
“Jalan H. Muslih Rt. 06/02 No. 91 Beji, Depok Utara” ucapku dengan seksama.
Setelah itu aku menuliskan sesuatu dibelakang selembar kertas tadi. Kutuliskan dengan singkat, padat dan romantis. Semoga ini adalah awalku untuk meraih mimpi-mimpiku selama ini. Mendapatkan seorang cewek idaman hati.
Jam dinding di kamarku masih menunjukkan pukul 3 siang. Masih lama untuk langsung berangkat ke rumah dia. Berhubung kepalaku agak sedikit pusing. Aku putuskan untuk tidur sejenak. Akhirnya aku merebahkan diri di kasur dan mulai memejamkan mata sambil memeluk buku kenanganku itu.
Aku pun terbangun. Mataku begitu susah untuk dibuka. Tetapi kucoba untuk membuka mataku. Kulihat jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 7 malam. ASTAGA! Jam 7 malam. Kepanikan melandaku kini. Badanku tiba-tiba menjadi segar dan bersemangat. Langsung saja kumandi dan berganti pakaian. Tak lupa menyemprotkan parfum agar suasana nanti menjadi romantis. Beralih ke kasur untuk mengambil selembar kertas untuknya.
Aku keluar kamar dan kutemui ibuku sambil berpamitan. Aku naik ke motorku. Menyalakannya dan melaju ke jalan raya. Sepanjang perjalanan suasana begitu dingin serasa mau hujan. Setelah mencapai jalan raya margonda. Tepatnya melewati terminal Depok, gerimis mulai turun. Aku pun kehujanan. Hujan yang turun lumayan deras. Aku langsung berhenti dan membuka jok motor untuk menyimpan selembar surat itu.
 Setelah  menyimpan surat itu baik-baik, aku melanjutkan perjalanan. Menerjang hujan yang deras menuju beji. Ketika melintasi jembatan layang pertama di depok, lalu aku bingung. Ini memang kawasan Beji tapi di mana ya jalan Muslih itu. Aku berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Berpikir sejenak. Mencoba menerka-nerka di mana letak jalan Muslih itu. Setelah lampu berwarna hijau, aku berbelok ke kanan dan memperhatikan jalanan.
Aku bingung. Di mana jalan itu ya? Akhirnya aku berhenti pada pertigaan jalan. Aku ingin menanyakan keberadaan jalan itu. Ada seorang tukang bakso yang sedang berhenti. Tukang bakso itu rupanya sedang berteduh. Aku beranikan diri untuk bertanya.
“Permisi, Bang. Numpang tanya. Abang tau jalan Muslih ga?”
“Iya, tau.”
“Di mana ya, Bang? Masih jauh ga ya dari sini”
“Lah? Itu kan jalan Muslih”
Aku bengong. Memperhatikan sebuah jalan yang rupanya hanya berjarak 1 meter dari tempatku berteduh. Jalan yang mengantarkanku untuk bertemu dengannya. Dengan seorang cewek yang selama 3 tahun itu kusukai secara diam-diam. Cewek yang tiap hari kudoakan agar selalu sehat agar kubisa melihat tatapannya tiap pagi. Semua itu tak terlupakan.
Lamunanku buyar. Ketika ada angkot yang lewat sambil membunyikan klaksonnya. Huh.. sial banget tuh angkot. Perutku tiba-tiba berbunyi.
Brrrrrrrr..
Sepertinya aku lapar. Ya, memang lapar. Kan tadi belum sempat makan di rumah. Lalu aku membeli semangkuk bakso. Memakannya dengan perlahan. Menikmatinya hangatnya bakso saat-saat hujan. Tak menyia-nyiakan waktu. Cukup 15 menit saja. Aku telah menghabiskan semangkuk bakso itu. Aku membayarnya dan beralih ke motor untuk mengambil selembar surat itu.
Tukang bakso itu menepuk pundakku. Tukang bakso itu mau pamit rupanya ingin melanjutkan perjalanan. Memang saat itu hujan sudah mulai reda. Semangatku mulai naik setelah makan semangkuk bakso dan menemukan jalan Muslih itu.
Setelah naik ke atas motor dan menyalakan mesin motor, aku langsung tancap gas memasuki jalan Muslih. Mencari rumah dengan nomor 91. Rasa gugup menyelimuti hatiku sepanjang perjalanan. Akhirnya aku pun tersenyum. Aku berhasil menemukan rumahnya. Sebuah rumah sederhana ala betawi. Dengan 2 pintu. Pintu utama dan pintu samping. Berhiaskan lampu kuno di ruang depan. Rumahnya bercat hijau. Begitu natural dengan alam. Seperti wajahnya yang natural. Cantik alami.
Aku berhenti di depan rumahnya. Tanpa melepas helm, aku langsung masuk ke rumah. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8 malam. Semoga tidak terlambat. Aku memulainya dengan mengucapkan salam. Ternyata orang rumah itu dengar. Kulihat dari kaca, mungkin itu ibunya, membuka pintu.
“Ada apa, Bang? Mau cari siapa?”
“Oh ini, Bu. Saya mencari Ika. Saya ingin mengantarkan sesuatu untuknya”
“Tunggu sebentar ya”
Kulihat ada sekilas wajah yang mengintip. Kuyakin itu pasti dia. Ika Anggraeni. Wajahnya tersenyum. Tetapi ia berlalu dan menghilang dari pandanganku yang samar karena malam. Kini sepi. Aku menunduk. Mungkinkah sudah terlambat? Aku sangat menyesal. Kenapa aku harus ketiduran! Kenapa harus makan bakso juga! Lalu kenapa hari ini harus hujan! SIAL! Tapi aku takkan beranjak. Aku tetap menunggunya saat ini. Sampai ia yang mengusirku.
Terdengar suara pintu terbuka. Aku mulai menegakkan kepalaku lagi. Lalu aku pun tersenyum. Ternyata dia mau bertemuku. Dia cantik malam ini.
“Ayo duduk, Wan”
“Jangan repot-repot buat gue, Ka.”
“Ga repot kok. Santai aja”
“Makasi. Tapi gue buru-buru nih. Gue cuma mau ngasih paket nih buat lu.”
“Paket apaan deh?”
“Paket ini titipan dari seseorang. Tapi maaf ya kalo orang itu gag sempat membungkusnya”
“Oh gitu. Mana paketnya? Sini kasih Ika dong”
“Nih buat lu. Oh iya, gue sekalian cabut ya. Gue buru-buru nih. Sorry banget”
Aku pun bergegas ke sepeda motor. Setelah mengucapkan salam, kulangsung melaju dengan kencang pulang ke rumah. Aku tak tau apa yang akan ia katakan nanti. Kuhanya tau surat itu kutulis hanya untuknya. Dan aku pun hanya bisa tersenyum sepanjang perjalanan pulang dan sambil mengingat tulisan pada selembar surat itu.

Delivery Order
Untuk Ika Anggraeni
Jalan H. Muslih Rt. 06/02 No. 91 Beji, Depok Utara

Ini sebuah paket lama.
Selama 3 lamanya baru kukirim padamu.
Tapi selama 3 tahun itu pula aku ucapkan terima kasih.
Karena kau selalu jadi multivitaminku setiap pukul 6 pagi.
Paket ini hanya untukmu.
Just for my angel
Maaf ya kalau paket ini hanya berisikan sebuah kalimat
Bukan paragraf atau wacana, hanya satu kalimat
Isi paket ini:
I LOVE YOU, IKA ANGGRAENI.

From:
D. F. Setiawan

1 komentar:

  1. Slots Casino Site | Lucky Club
    When you want to play at Slots Casino, you will have the option of luckyclub playing hundreds of slot machines and playing online with your family and friends. It is also possible for

    BalasHapus