cerpen ini dimuat dalam majalah Kawanku Edisi 79 tanggal 11 Agustus 2010
Proposal Cinta untuk Langit
“besok proposalnya tinggal di tanda tangani kamu kok, Langit!”
“oke. Terima kasih ya, Dira.”
Dua kata yang indah. Selalu saja begini. Jantung yang berdegup kencang.
Mata yang selalu terpaku. Lalu yang terakhir pikiran yang entah menghilang
kemana. Selalu saja begini. Terpesona pada cowok ini. Pada sang ketua OSIS yang
dewasa, sederhana dan bijaksana. Aku seperti kehilangan akal setiap menatapnya.
Mendengar ucapan terima kasih darinya. Melihat senyumnya yang menujukkan tanda
balas budi yang teramat dalam. Membalas sapanya setiap bertemu denganku. Dan
masih banyak yang lainnya yang membuatku terhenyak. Yang membuatku stress
karena rasa sukaku padanya.
Ini memang tidak wajar. Karena ini yang pertama. Jujur, hanya cowok ini
yang mampu membuatku terpukau. Hanya cowok ini yang mampu membuatku melupakan
semua hal yang tidak ada hubungannya dengan dia. Dan hanya cowok ini yang
membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Ya. Aku rasa aku memang jatuh
cinta. Karena untuk rasa ini aku rela tidak tidur semalaman hanya untuk
mengerjakan proposal-proposal mengenai acara-acara yang diselenggarakan OSIS.
Karena untuk rasa ini aku rela melupakan sejenak bercanda bersama teman-temanku
hanya untuk membantunya mengurus masalah-masalah OSIS. Disini aku memang sudah
gila. Gila karena dia. Karena cowok bernama Langit Putra Setiawan.
“sama-sama, Langit.” jawabku kemudian diikuti senyuman kecil yang
diarahkan padanya. Langit pun balas tersenyum. Membuat diriku rasanya ingin
pingsan. Oh……. Langit, seandainya ada sedikit keberanian aku akan mengatakan
dengan sangat jujur bahwa aku begitu menyukaimu.
Aneh rasanya. Tidak ada rasa lelah. Tidak ada rasa kantuk. Dan tidak ada
rasa yang membuatku merasa ingin terjun ke tempat tidur empuk itu. Aku bahkan
merasa masih sangat nyaman duduk di depan laptop sembari menyelesaikan proposal
untuk acara pentas seni di sekolahku empat bulan ke depan. Padahal jam sudah
menuju ke pukul 12. sudah waktunya tanggal bergerak. Hari pun akan berganti.
Namun aku masih sibuk dengan segala proposal ini. Proposal yang anehnya tak
membuatku ngantuk sama sekali. Benar-benar aneh. Namun, aku sebetulnya tau
jawabannya. Jawaban yang membuatku hebat seperti ini. Jawaban yang membuat
semangatku terbakar membara.
Ya. Apalagi kalau bukan multivitamin bernama Langit. Rasanya melihatnya
puas itu adalah semangat untuk menyelesaikan segala pekerjaan ini. Rasanya
mendengarnya berterima kasih cukup untuk menjadi tenaga di malam ini dan esok
hari. Rasanya sebuah senyuman saja sudah cukup meski aku inginkan lebih. Aku
ingin bahwa ia memberiku penghargaan lebih untuk hasil kerja keras ini. Aku
ingin ia menyadari satu hal bahwa ini adalah bentuk perhatian lebih dariku
sebagai seorang cewek. Namun, aku harus sadar. Berpikir seperti itu sama saja
membuatku merasa jahat. Berpikir seperti itu sama saja membuatku merasa hasil
kerja keras yang selama ini aku tanam akan menuai hasil kosong. Aku tidak akan
pernah mendapatkan Langit maupun perhatiannya. Ia mungkin akan membenciku. Jika
aku inginkan semua hal indah darinya mungkin aku harus membuat sebuah proposal
seperti yang kukerjakan sekarang. Proposal cinta untuk Langit.
Proposal Cinta untuk Langit.
Latar belakang : sikap kamu yang bijaksana
dan dewasa, tiba-tiba saja mencuri perhatianku. Aku mulai menyukaimu saat kamu
mulai memimpin anak buahmu di organisasi ini. Dan sekarang aku sangat begitu
menyukaimu karena sikapmu yang ramah dan baik terhadapku. Gayamu yang sederhana
juga membuatmu sangat mempesona. Kukira otakmu yang cerdas juga menjadi
penopang untuk mencapai nilai A di mataku.
Tema : ‘Meraih Cinta Langit Putra Setiawan.’
Sasaran : Cinta Langit Putra Setiawan
Bentuk perjuangan : selain lewat proposal
ini, aku tak mempunyai bentuk lain untuk menawarkan rasa yang aku pendam
terhadapmu.
Waktu dan tempat : sepanjang hatiku masih
mampu untuk mengharap, aku akan setia untuk menunggu cinta Langit Putra
Setiawan dimanapun dirimu berada.
Susunan
kepanitiaan : hanya ada diriku di susunan kepanitian ini, karena hanya aku yang
berani menawarkan perasaan ini padamu.
Susunan rangkaian kegiatan : setelah membaca
proposal ini, kuharap kamu segera menentukan apakah proposal ini disetujui atau
tidak. Setelah itu mari kita jalani kesempatan apa yang ada di depan kita.
Anggaran biaya : semua uang yang aku miliki
di kantungku tampaknya tak cukup untuk membeli persetujuanmu akan proposal ini.
Jadi aku akan menganggarkan hatiku untuk meminta persetujuan itu.
Penutup : Demikianlah proposal ini aku susun
sebagai pertimbangan akan cintamu. Sesungguhnya, tanpa persetujuan darimu aku
tidak akan membangun cinta ini lagi. Cinta itu mungkin akan hilang. Oleh karena
itu, mohon persetujuanmu untuk proposal cinta yang kutawarkan ini. Terima
kasih.
Dari pengagummu,
Nadira Ariska
“semoga acaranya sukses.” harap bapak kepala sekolah saat Langit, aku dan
ketua pelaksana pentas seni tahun ini meminta izin sekaligus tanda tangan
beliau. Setelah mendapatkannya kami berterima kasih, dan kemudian keluar dari
ruangan sang penguasa sekolah itu. Tak ada yang rumit. Semua berjalan dengan
lancar.
Melihat senyum Langit yang begitu puas, aku merasa begitu senang.
Akhirnya semua yang aku kerjakan tidak ada yang sia-sia. Langit tampak senang.
Ia bahkan mengucapkan dua kata yang paling aku sukai, terima kasih. Sebuah
balasan setimpal atas kerja keras yang aku tanam selama ini. Mungkin ini cukup.
Ya. Ini tampaknya lebih dari cukup. Tak ada satupun cewek di sekolah
seberuntung aku. mendapat perhatian dan ucapan terima kasih dari orang ini.
Tampaknya tak perlu proposal cinta untuk mengejar cinta Langit. HAH, PROPOSAL CINTA? Teriakku dalam
hati. Gawat, aku melupakan benda berharga itu.
Tak ada dimana-mana. Tak ada diselipan buku manapun. Dan tak ada di
setiap sudut tersembunyi tasku. Tak ada. Kertas putih berukuran A4 itu hilang.
Kertas yang telah ternodai dengan tulisan yang berisi coretan proposal cinta
itu pergi entah dimana. GAWAT! Pikirku gelisah. Ya. Ini benar-benar gawat. Satu
hal yang seharusnya tak aku lakukan yakni melupakan kertas penting itu.
Sekarang entah ada di mana kertas itu. Mudah-mudahan saja ada di suatu tempat
di sudat kamarku. Mudah-mudahan………
Payah. Kenyataan pahitnya kertas itu tak kutemukan. Padahal selama tiga
hari berturut-turut aku mencarinya. Dan untungnya belum ada orang yang
menemukannya. Karena dari semua orang yang kukenal tak ada yang menujukkan
tanda-tanda mencurigakan. Mereka masih sama seperti biasanya. Terkecuali
Langit. Entah ada apa? Tapi yang pasti Langit berubah. Cowok itu tak lagi ramah
padaku. Cowok itu bahkan terkesan cuek. Bukan hanya cuek tapi lebih parahnya
lagi, Langit terkesan menghindariku. Dia hanya tersenyum saat aku menyapanya.
Padahal selama ini dia selalu menyapaku balik.
Begitu pun di ruang OSIS. Dia tak lagi menatapku hangat seperti biasanya.
Bahkan bisa dibilang dia tak berani menatapku. Tatapannya selalu mengarah pada
orang lain. Padahal jika diingat-ingat aku tak sedikit pun melakukan kesalahan.
Aku juga tak berkata yang tidak wajar. Aku juga bersikap seperti biasanya. Tak
ada sikap yang menujukkan bahwa aku begitu menyukainya. Jadi, tidak mungkin
Langit tau mengenai itu dan kemudian pada akhirnya menghindariku seperti ini.
Ya……… tidak ada yang salah. Tapi mengapa Langit bersikap seperti ini?
Jangan-jangan…………… YA, AMPUN!
“boleh aku pinjam proposalnya?” tanyaku tiba-tiba pada Langit. Dia
terlihat agak terkejut saat aku tiba-tiba saja menghadang jalannya di lorong
lantai dua sekolah. Saat ini mungkin wajahku menujukkan kekhawatiran yang
berlebihan. Ya. Aku memang khawatir dan takut. Jika benar Langit berubah
mungkin saja itu karena ia tau aku menyukainya. Mungkin saja kertas berukuran
A4 berisi proposal cinta itu tak sengaja terselip di dalam proposal acara
pentas seni yang aku berikan pada Langit. Dan jika itu benar, Langit mungkin
sudah mengetahui perasaanku yang sesungguhnya.
“buat apa?”
“ada bagian yang belum aku fotocopy. Boleh aku pinjam proposalnya?”
tanyaku sekali lagi pada Langit yang saat ini tengah menatapku dengan tatapan
curiganya.
“ada di ruang OSIS. Ini kuncinya!” ucap Langit datar sembari mengeluarkan
satu kunci dari saku celananya. Aku langsung menyambarnya begitu Langit
menyodorkannya padaku. Kemudian aku langsung berbalik dan berjalan menuju ruang
OSIS meninggalkan Langit yang masih terpaku memandangku dengan curiga.
Proposal cinta itu tidak ada. Jadi kemungkinan lain yang timbul adalah
proposal itu sudah dibaca Langit. Atau kemungkinan lainnya, proposal cinta itu
memang tak pernah terselip disini. Mudah-mudahan saja itu benar. Setidaknya
kalaupun proposal itu tidak ditemukan olehku, siapapun juga tidak boleh
menemukannya. Terlebih itu lagi Langit. Sebab itu adalah proposal konyol. Dan
tak seharusnya aku membuat proposal konyol seperti itu. Ya ampun, mudah-mudahan
saja Langit memang benar tak menemukannya dan membacanya.
“Dira……..” panggil seseorang tiba-tiba. Aku sangat kaget. Terlebih lagi
saat aku menoleh, ternyata orang yang baru saja memanggilku adalah Langit.
Cowok itu sedang bersender di samping pintu OSIS. Memperhatikanku dengan
tatapan tajam. Tidak seperti biasanya……
“Langit?”
“sudah ketemu proposalnya?”
“sudah kok.” jawabku polos sambil mengangkat proposal acara pentas seni
yang aku buat. Cowok itu kemudian langsung mengangguk. Namun tatapan tajamnya
tak juga berubah.
“Dira, jujur sama aku, sebenarnya kamu nyari ini kan ?” tanya Langit sambil merogoh saku
celananya dan mengeluarkan sebuah kertas dari dalamnya. Selama sepesekian detik
aku mulai menyadari kertas itu. Kertas itu adalah kertas yang aku cari selama
ini. Kertas yang memiliki arti penting dalam hatiku…….
Dua hari setelah Langit memberikan kertas itu, aku langsung
menghindarinya. Aku jarang ke ruang OSIS. Aku jarang meminjam buku di
perpustakaan. Dan aku jarang menginjakkan kaki di kantin. Apapun yang membuatku
dapat bertemu dengan Langit langsung aku hindari. Aku tak ingin bertemu
dengannya ataupun melihatnya memandangku. Aku merasa malu. Meskipun Langit
hanya diam dan bersikap seperti biasa, tapi aku tetap saja tak berani
melayangkan wajahku di depannya. Aku tak kuat melihat tatapan tajamnya saat
memberikan kertas berisi proposal cinta itu padaku.
Buatku, tatapan tajam yang Langit persembahkan untukku tidak lain sebagai
bentuk tidak persetujuan atas proposal cinta itu. Dan mungkin sekarang karena
proposal konyol itu Langit mulai membenciku. Mungkin untuk selamanya aku akan
dicoret dari daftar teman baiknya. Benar-benar bodoh. Aku seperti menggali
lubang untuk diriku sendiri saat menulis proposal cinta itu. Aku melakukan
kesalahan dengan pernah berpikir bahwa proposal itu akan mengakhiri penantianku
akan rasa yang aku pendam selama ini. Dan aku salah besar. Proposal ini sama
sekali salah. Ia tak seharusnya hadir. Dan ia tak seharusnya jatuh ke tangan
Langit. Sekarang harapan untuk rasa ini tampaknya semakin jauh. Langit tak akan
pernah dapat kugapai seperti namanya. Ia akan terus jauh disana, sulit untuk
dijangkau.
Brrrrrrrrrrrrrrrrrrr!
Ponselku tiba-tiba saja bergetar tidak pada tempatnya. Disaat aku sedang
melamun seperti sekarang, getaran itu membuat jantungku hampir mau copot.
Dengan sebal aku meraihnya. Terlihat di layar ponselku bahwa ada satu pesan
yang kuterima. Dengan rasa malas yang mengaliri tubuhku, aku membukanya. Deg.
Tiba-tiba saja aku ingin mati. Bagaimana tidak? Di daftar kotak masuk yang baru
saja kubuka ternyata tertulis nama Langit. Langit? Benar-benar aneh. Dengan
perasaan yang campur aduk aku membuka pesan itu.
Dira, proposal kamu diterima. Jadi
jangan menjauhi aku ataupun berpikir negatif tentang perasaan aku ke kamu.
Kalau saja kamu tau, tanpa proposal itu kamu telah sukses meraih cinta Langit
Putra Setiawan dari setahun lalu. Jadi, sekarang bersediakah kamu menjalani
rangkaian kegiatan di proposal itu bersama denganku?
Aku terdiam. Tak ada yang bisa aku katakan. Kecuali berusaha mengayunkan
tanganku untuk membalas pesan singkat indah ini. Pesan singkat yang memberiku
jalan untuk dapat menjangkau Langit. Langit yang selama ini kuimpikan. Langit
yang ternyata sudah memperhatikanku dari setahun lalu. Langit…………..
mudah-mudahan proposal itu berjalan dengan sukses di tangan kita berdua!
Iya, Aku bersedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar