Sabtu, 28 Januari 2012

Cerpen Proposal Cinta untuk Langit


cerpen ini dimuat dalam majalah Kawanku Edisi 79 tanggal 11 Agustus 2010

Proposal Cinta untuk Langit

“besok proposalnya tinggal di tanda tangani kamu kok, Langit!”
“oke. Terima kasih ya, Dira.”
Dua kata yang indah. Selalu saja begini. Jantung yang berdegup kencang. Mata yang selalu terpaku. Lalu yang terakhir pikiran yang entah menghilang kemana. Selalu saja begini. Terpesona pada cowok ini. Pada sang ketua OSIS yang dewasa, sederhana dan bijaksana. Aku seperti kehilangan akal setiap menatapnya. Mendengar ucapan terima kasih darinya. Melihat senyumnya yang menujukkan tanda balas budi yang teramat dalam. Membalas sapanya setiap bertemu denganku. Dan masih banyak yang lainnya yang membuatku terhenyak. Yang membuatku stress karena rasa sukaku padanya.
Ini memang tidak wajar. Karena ini yang pertama. Jujur, hanya cowok ini yang mampu membuatku terpukau. Hanya cowok ini yang mampu membuatku melupakan semua hal yang tidak ada hubungannya dengan dia. Dan hanya cowok ini yang membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Ya. Aku rasa aku memang jatuh cinta. Karena untuk rasa ini aku rela tidak tidur semalaman hanya untuk mengerjakan proposal-proposal mengenai acara-acara yang diselenggarakan OSIS. Karena untuk rasa ini aku rela melupakan sejenak bercanda bersama teman-temanku hanya untuk membantunya mengurus masalah-masalah OSIS. Disini aku memang sudah gila. Gila karena dia. Karena cowok bernama Langit Putra Setiawan.
“sama-sama, Langit.” jawabku kemudian diikuti senyuman kecil yang diarahkan padanya. Langit pun balas tersenyum. Membuat diriku rasanya ingin pingsan. Oh……. Langit, seandainya ada sedikit keberanian aku akan mengatakan dengan sangat jujur bahwa aku begitu menyukaimu.

Aneh rasanya. Tidak ada rasa lelah. Tidak ada rasa kantuk. Dan tidak ada rasa yang membuatku merasa ingin terjun ke tempat tidur empuk itu. Aku bahkan merasa masih sangat nyaman duduk di depan laptop sembari menyelesaikan proposal untuk acara pentas seni di sekolahku empat bulan ke depan. Padahal jam sudah menuju ke pukul 12. sudah waktunya tanggal bergerak. Hari pun akan berganti. Namun aku masih sibuk dengan segala proposal ini. Proposal yang anehnya tak membuatku ngantuk sama sekali. Benar-benar aneh. Namun, aku sebetulnya tau jawabannya. Jawaban yang membuatku hebat seperti ini. Jawaban yang membuat semangatku terbakar membara.
Ya. Apalagi kalau bukan multivitamin bernama Langit. Rasanya melihatnya puas itu adalah semangat untuk menyelesaikan segala pekerjaan ini. Rasanya mendengarnya berterima kasih cukup untuk menjadi tenaga di malam ini dan esok hari. Rasanya sebuah senyuman saja sudah cukup meski aku inginkan lebih. Aku ingin bahwa ia memberiku penghargaan lebih untuk hasil kerja keras ini. Aku ingin ia menyadari satu hal bahwa ini adalah bentuk perhatian lebih dariku sebagai seorang cewek. Namun, aku harus sadar. Berpikir seperti itu sama saja membuatku merasa jahat. Berpikir seperti itu sama saja membuatku merasa hasil kerja keras yang selama ini aku tanam akan menuai hasil kosong. Aku tidak akan pernah mendapatkan Langit maupun perhatiannya. Ia mungkin akan membenciku. Jika aku inginkan semua hal indah darinya mungkin aku harus membuat sebuah proposal seperti yang kukerjakan sekarang. Proposal cinta untuk Langit.

Proposal Cinta untuk Langit.
Latar belakang : sikap kamu yang bijaksana dan dewasa, tiba-tiba saja mencuri perhatianku. Aku mulai menyukaimu saat kamu mulai memimpin anak buahmu di organisasi ini. Dan sekarang aku sangat begitu menyukaimu karena sikapmu yang ramah dan baik terhadapku. Gayamu yang sederhana juga membuatmu sangat mempesona. Kukira otakmu yang cerdas juga menjadi penopang untuk mencapai nilai A di mataku.
Tema : ‘Meraih Cinta Langit Putra Setiawan.’
Sasaran : Cinta Langit Putra Setiawan
Bentuk perjuangan : selain lewat proposal ini, aku tak mempunyai bentuk lain untuk menawarkan rasa yang aku pendam terhadapmu.
Waktu dan tempat : sepanjang hatiku masih mampu untuk mengharap, aku akan setia untuk menunggu cinta Langit Putra Setiawan dimanapun dirimu berada.
 Susunan kepanitiaan : hanya ada diriku di susunan kepanitian ini, karena hanya aku yang berani menawarkan perasaan ini padamu.
Susunan rangkaian kegiatan : setelah membaca proposal ini, kuharap kamu segera menentukan apakah proposal ini disetujui atau tidak. Setelah itu mari kita jalani kesempatan  apa yang ada di depan kita.
Anggaran biaya : semua uang yang aku miliki di kantungku tampaknya tak cukup untuk membeli persetujuanmu akan proposal ini. Jadi aku akan menganggarkan hatiku untuk meminta persetujuan itu.
Penutup : Demikianlah proposal ini aku susun sebagai pertimbangan akan cintamu. Sesungguhnya, tanpa persetujuan darimu aku tidak akan membangun cinta ini lagi. Cinta itu mungkin akan hilang. Oleh karena itu, mohon persetujuanmu untuk proposal cinta yang kutawarkan ini. Terima kasih.

Dari pengagummu,
Nadira Ariska

“semoga acaranya sukses.” harap bapak kepala sekolah saat Langit, aku dan ketua pelaksana pentas seni tahun ini meminta izin sekaligus tanda tangan beliau. Setelah mendapatkannya kami berterima kasih, dan kemudian keluar dari ruangan sang penguasa sekolah itu. Tak ada yang rumit. Semua berjalan dengan lancar.
Melihat senyum Langit yang begitu puas, aku merasa begitu senang. Akhirnya semua yang aku kerjakan tidak ada yang sia-sia. Langit tampak senang. Ia bahkan mengucapkan dua kata yang paling aku sukai, terima kasih. Sebuah balasan setimpal atas kerja keras yang aku tanam selama ini. Mungkin ini cukup. Ya. Ini tampaknya lebih dari cukup. Tak ada satupun cewek di sekolah seberuntung aku. mendapat perhatian dan ucapan terima kasih dari orang ini. Tampaknya tak perlu proposal cinta untuk mengejar cinta Langit. HAH, PROPOSAL CINTA? Teriakku dalam hati. Gawat, aku melupakan benda berharga itu.

Tak ada dimana-mana. Tak ada diselipan buku manapun. Dan tak ada di setiap sudut tersembunyi tasku. Tak ada. Kertas putih berukuran A4 itu hilang. Kertas yang telah ternodai dengan tulisan yang berisi coretan proposal cinta itu pergi entah dimana. GAWAT! Pikirku gelisah. Ya. Ini benar-benar gawat. Satu hal yang seharusnya tak aku lakukan yakni melupakan kertas penting itu. Sekarang entah ada di mana kertas itu. Mudah-mudahan saja ada di suatu tempat di sudat kamarku. Mudah-mudahan………

Payah. Kenyataan pahitnya kertas itu tak kutemukan. Padahal selama tiga hari berturut-turut aku mencarinya. Dan untungnya belum ada orang yang menemukannya. Karena dari semua orang yang kukenal tak ada yang menujukkan tanda-tanda mencurigakan. Mereka masih sama seperti biasanya. Terkecuali Langit. Entah ada apa? Tapi yang pasti Langit berubah. Cowok itu tak lagi ramah padaku. Cowok itu bahkan terkesan cuek. Bukan hanya cuek tapi lebih parahnya lagi, Langit terkesan menghindariku. Dia hanya tersenyum saat aku menyapanya. Padahal selama ini dia selalu menyapaku balik.
Begitu pun di ruang OSIS. Dia tak lagi menatapku hangat seperti biasanya. Bahkan bisa dibilang dia tak berani menatapku. Tatapannya selalu mengarah pada orang lain. Padahal jika diingat-ingat aku tak sedikit pun melakukan kesalahan. Aku juga tak berkata yang tidak wajar. Aku juga bersikap seperti biasanya. Tak ada sikap yang menujukkan bahwa aku begitu menyukainya. Jadi, tidak mungkin Langit tau mengenai itu dan kemudian pada akhirnya menghindariku seperti ini. Ya……… tidak ada yang salah. Tapi mengapa Langit bersikap seperti ini? Jangan-jangan…………… YA, AMPUN!

“boleh aku pinjam proposalnya?” tanyaku tiba-tiba pada Langit. Dia terlihat agak terkejut saat aku tiba-tiba saja menghadang jalannya di lorong lantai dua sekolah. Saat ini mungkin wajahku menujukkan kekhawatiran yang berlebihan. Ya. Aku memang khawatir dan takut. Jika benar Langit berubah mungkin saja itu karena ia tau aku menyukainya. Mungkin saja kertas berukuran A4 berisi proposal cinta itu tak sengaja terselip di dalam proposal acara pentas seni yang aku berikan pada Langit. Dan jika itu benar, Langit mungkin sudah mengetahui perasaanku yang sesungguhnya.
“buat apa?”
“ada bagian yang belum aku fotocopy. Boleh aku pinjam proposalnya?” tanyaku sekali lagi pada Langit yang saat ini tengah menatapku dengan tatapan curiganya.
“ada di ruang OSIS. Ini kuncinya!” ucap Langit datar sembari mengeluarkan satu kunci dari saku celananya. Aku langsung menyambarnya begitu Langit menyodorkannya padaku. Kemudian aku langsung berbalik dan berjalan menuju ruang OSIS meninggalkan Langit yang masih terpaku memandangku dengan curiga.


Proposal cinta itu tidak ada. Jadi kemungkinan lain yang timbul adalah proposal itu sudah dibaca Langit. Atau kemungkinan lainnya, proposal cinta itu memang tak pernah terselip disini. Mudah-mudahan saja itu benar. Setidaknya kalaupun proposal itu tidak ditemukan olehku, siapapun juga tidak boleh menemukannya. Terlebih itu lagi Langit. Sebab itu adalah proposal konyol. Dan tak seharusnya aku membuat proposal konyol seperti itu. Ya ampun, mudah-mudahan saja Langit memang benar tak menemukannya dan membacanya.
“Dira……..” panggil seseorang tiba-tiba. Aku sangat kaget. Terlebih lagi saat aku menoleh, ternyata orang yang baru saja memanggilku adalah Langit. Cowok itu sedang bersender di samping pintu OSIS. Memperhatikanku dengan tatapan tajam. Tidak seperti biasanya……
“Langit?”
“sudah ketemu proposalnya?”
“sudah kok.” jawabku polos sambil mengangkat proposal acara pentas seni yang aku buat. Cowok itu kemudian langsung mengangguk. Namun tatapan tajamnya tak juga berubah.
“Dira, jujur sama aku, sebenarnya kamu nyari ini kan?” tanya Langit sambil merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kertas dari dalamnya. Selama sepesekian detik aku mulai menyadari kertas itu. Kertas itu adalah kertas yang aku cari selama ini. Kertas yang memiliki arti penting dalam hatiku…….

Dua hari setelah Langit memberikan kertas itu, aku langsung menghindarinya. Aku jarang ke ruang OSIS. Aku jarang meminjam buku di perpustakaan. Dan aku jarang menginjakkan kaki di kantin. Apapun yang membuatku dapat bertemu dengan Langit langsung aku hindari. Aku tak ingin bertemu dengannya ataupun melihatnya memandangku. Aku merasa malu. Meskipun Langit hanya diam dan bersikap seperti biasa, tapi aku tetap saja tak berani melayangkan wajahku di depannya. Aku tak kuat melihat tatapan tajamnya saat memberikan kertas berisi proposal cinta itu padaku.
Buatku, tatapan tajam yang Langit persembahkan untukku tidak lain sebagai bentuk tidak persetujuan atas proposal cinta itu. Dan mungkin sekarang karena proposal konyol itu Langit mulai membenciku. Mungkin untuk selamanya aku akan dicoret dari daftar teman baiknya. Benar-benar bodoh. Aku seperti menggali lubang untuk diriku sendiri saat menulis proposal cinta itu. Aku melakukan kesalahan dengan pernah berpikir bahwa proposal itu akan mengakhiri penantianku akan rasa yang aku pendam selama ini. Dan aku salah besar. Proposal ini sama sekali salah. Ia tak seharusnya hadir. Dan ia tak seharusnya jatuh ke tangan Langit. Sekarang harapan untuk rasa ini tampaknya semakin jauh. Langit tak akan pernah dapat kugapai seperti namanya. Ia akan terus jauh disana, sulit untuk dijangkau.
Brrrrrrrrrrrrrrrrrrr!
Ponselku tiba-tiba saja bergetar tidak pada tempatnya. Disaat aku sedang melamun seperti sekarang, getaran itu membuat jantungku hampir mau copot. Dengan sebal aku meraihnya. Terlihat di layar ponselku bahwa ada satu pesan yang kuterima. Dengan rasa malas yang mengaliri tubuhku, aku membukanya. Deg. Tiba-tiba saja aku ingin mati. Bagaimana tidak? Di daftar kotak masuk yang baru saja kubuka ternyata tertulis nama Langit. Langit? Benar-benar aneh. Dengan perasaan yang campur aduk aku membuka pesan itu.
Dira, proposal kamu diterima. Jadi jangan menjauhi aku ataupun berpikir negatif tentang perasaan aku ke kamu. Kalau saja kamu tau, tanpa proposal itu kamu telah sukses meraih cinta Langit Putra Setiawan dari setahun lalu. Jadi, sekarang bersediakah kamu menjalani rangkaian kegiatan di proposal itu bersama denganku?
Aku terdiam. Tak ada yang bisa aku katakan. Kecuali berusaha mengayunkan tanganku untuk membalas pesan singkat indah ini. Pesan singkat yang memberiku jalan untuk dapat menjangkau Langit. Langit yang selama ini kuimpikan. Langit yang ternyata sudah memperhatikanku dari setahun lalu. Langit………….. mudah-mudahan proposal itu berjalan dengan sukses di tangan kita berdua! 
Iya, Aku bersedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar